c

Selamat

Sabtu, 20 April 2024

EKONOMI

23 Agustus 2021

21:00 WIB

Test Input with Froala

Test Input with Froala

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Dian Kusumo Hapsari

<p data-sider-select-id="71d42064-d3aa-4d64-b066-db7c79abe156"><em data-sider-select-id="964c42f8-fea0-4081-910f-30a1ed5e8e37"><strong><u>Test Input with Froala</u></strong></em></p>
<p data-sider-select-id="71d42064-d3aa-4d64-b066-db7c79abe156"><em data-sider-select-id="964c42f8-fea0-4081-910f-30a1ed5e8e37"><strong><u>Test Input with Froala</u></strong></em></p>

Test Input with Froala

JAKARTA – Kertas penyerap diletakkan di sekitar bunga, lalu ditaruh ke tengah buku yang tebal. Lantas, bunga ditekan dengan buku dan beberapa benda berat lain selama dua hingga empat pekan. 

Metode pengeringan bunga secara konvensional alias alami ini terus dilakukan berulang oleh pemilik Pretty Preserves, Nikita Nathani setiap mendapat pesanan.

Nikita mengklaim, hasil yang didapat dengan metode pengeringan secara alami bisa tahan lama dibandingkan cara yang lain. Bunga bisa bertahan bentuknya hingga 10 tahun.

"Kami percaya di metode yang paling tradisional dengan dimasukkan ke buku. Hal itu paling alami dan warnanya juga bakal tidak pudar. Kalau digosok atau ditaruh microwave, bunga suka layu dan warnanya suka ganti," ujar wanita lulusan universitas di Melbourne kepada Validnews saat berbincang melalui sambungan telepon, Rabu (18/8).

Sesuai namanya, Pretty Preserve memang sesuatu yang indah dan diawetkan, yakni bunga. Namun, bukan sekadar bunga kering. Tangan terampil Nikita mengubah bunga kering yang rapuh menjadi aneka perhiasan atau pernak-pernik unik nan cantik.

Supaya tekstur dan bentuk dari bunga kering tersebut tetap utuh, Nikita melapisinya dengan resin berkualitas yang juga ramah lingkungan. 

Untuk bahan baku bunga, ia mengaku semua jenis bunga bisa menjadi bahan baku bunga kering. Untuk produk aksesori, biasanya yang digunakan adalah bunga yang berukuran kecil-kecil yang dipadupadankan, sehingga terlihat ciamik.

Aneka pernak-pernik cantik itu lantas dipasarkannya melalui platform digital dengan memanfaatkan media sosial seperti Instagram. Jumlah pengikut Instagram-nya terbilang banyak. 

Instagram resmi @pretty.preserves telah diikuti lebih dari 20 ribu pengikut. Selain itu, Pretty Preserves turut aktif memasarkan produk lewat Tokopedia, Moselo, dan Zalora.



Kini, bisnis bunga kering yang telah berjalan hampir empat tahun ini telah terbilang sukses di usia muda. Usaha ini meraup omzet belasan hingga puluhan juta rupiah. Juga, telah mempekerjakan beberapa tenaga yang menempati posisi produksi, pemasaran, dan admin.

Wanita yang baru genap memasuki usia 25 tahun itu percaya bahwa produk handmade yang dibuat dari bahan baku alami, seperti bunga kering akan terlihat unik.  Tiap produk bakal terus berbeda hasilnya satu sama lain, meski bunga yang dipakai sama macamnya.

"Kami sangat fokus ke yang unik. Alami itu lebih unik. Di-print itu rata-rata sama, tapi kalau dibuat satu-satu apalagi secara handmade itu pasti beda banget, terkesan limited," tutur Nikita.

Awal Mula
Pretty Preserve bermula di tengah padatnya perkuliahan dua jurusan, yakni pemasaran dan linguistik yang diambil Nikita beberapa tahun lalu. Kala itu, ia ingin coba menyalurkan dan mengasah sisi kreatif. Ia pun lantas menghadiri beberapa workshop. 

Dari serangkaian workshop yang diikuti, Nikita jatuh hati pada kelas membuat kerajinan berbahan resin.

"Saya suka jurusannya (kuliah.red), tapi saya juga ada sisi kreatifnya waktu di Melbourne. Jadi saya setiap minggu suka menghadiri workshop pakai resin," kenangnya.

Ketertarikannya pada resin makin bertambah setelah ia dan keluarga berkunjung ke Hongkong. Saat itu, matanya tertuju pada sebuah benda unik yang terpajang di sebuah etalase toko. 

Barang itu adalah handphone case memakai bunga asli yang dilapisi resin. Tak mau berpikir panjang, Nikita segera membeli casing yang berhasil merebut perhatiannya. Setelah diamati, di dalam casing itu terdapat jenis bunga bernama ginkgo biloba.

"Saya terinspirasi dari casing itu untuk membuat bisnis yang sekarang. Jadi, di logo saya ada bunga ginkgo," paparnya.

Nikita kemudian tertarik mempelajari metode pengeringan bunga secara alami. Dia mulai mengumpulkan bunga-bunga yang sudah jatuh di jalan dan lalu mengeringkan dengan metode diselipkan dalam buku.

Namun belum sempat mencoba lebih jauh, fokus Nikita kembali harus tercurah ke perkuliahan. Ia sempat lupa dengan nasib bunga yang telah dikumpulkan. Hingga usai lulus dari bangku perkuliahan, saat berbenah untuk kembali ke Jakarta, Nikita menemukan banyak bunga di dalam kotak.

Merasa sayang untuk dibuang, Nikita mulai memutar otak. Dengan tangannya yang terampil dan beberapa kali uji coba, ia memanfaatkan bunga kering tadi dan melapisinya dengan resin. 

Hasilnya, sama persis dengan handphone case yang dijual di Hongkong. Karyanya kemudian dipamerkan ke media sosial dan mencuri perhatian teman-temannya.

Melihat peluang tersebut, Nikita langsung mengubah keisengannya menjadi bisnis kecil-kecilan. Pendapatan yang dihasilkan saat itu terbilang lumayan, bisa menambah uang sakunya. Namun, belum sempat memasarkan lebih besar, Nikita harus bertolak ke Jakarta.

Di Jakarta, perempuan berdarah India ini mencoba menghasilkan produk terbaru. Selain handphone case, saat ini ia telah menjual beragam aksesoris lainnya. Mulai dari topi, masker, dompet, popsocket, kalung, dan lainnya. Bahkan, dia juga membuat lilin, kancing, hingga kue kering yang dipadukan dengan bunga.

Khusus untuk handphone case, Nikita akan memberi keterangan pre order. Selesainya pengerjaan satu produk tergantung banyaknya pesanan yang ditangani. Sementara kalau pesanan yang masuk tidak banyak dan ada waktu luang, pesanan bisa dikerjakan hanya dalam empat hari.

"Soalnya memang casing-nya tidak bisa diprediksi kapan selesai. Kadang bunganya nimbul, harus di-drayer lagi sama resinnya, jadi agak susah bilang kapan bakal selesai. Kita suka bilang ke customer enggak pasti selesai di dalam waktu yang kami janjikan soalnya ini tidak bisa diprediksi," ungkap Nikita.

Nikita menjelaskan bahwa tiap produk yang dibuatnya menggunakan bahan premium dan berkualitas. Untuk handphone case, misalnya, menggunakan anti crack yang bukan murahan dan tidak mudah menguning. 

Resinnya pun juga impor dan diklaim ramah lingkungan. Dia tak mau mengorbankan kualitas produknya.

“Kalau enggak awet atau kualitas kurang premium, brand image kami bakal memburuk," ujarnya.

Tak hanya menjual produk, Nikita suka memanfaatkan worskhop untuk berbagi ilmu, juga sebagai salah satu strategi pemasaran. Biasanya, banyak restoran atau departement store yang menjadi sponsor. 

Workshop secara tatap muka itu rutin dilakukan setiap bulan. Pretty Preserves juga bekerja sama dengan beberapa brand besar.


Personal Touch
Namun khusus pada masa pandemi, workshop tak selalu digelar, tapi tergantung permintaan. Jika ada banyak yang tertarik dengan mengirimkan pesan lewat WhatsApp atau direct message (DM) di Instagram untuk ikut workshop, workshop akan segera diadakan. Untuk setiap agenda ini, peserta dikenakan tarif Rp280.000. Biasanya, peserta akan diberi pilihan untuk membuat lampion atau bingkai.

Hal yang juga berubah semenjak pandemi covid-19 adalah kini ia tak dapat mengikuti pameran. Padahal, pameran menjadi penyumbang pendapatan terbesar. Sebulan mengikuti pameran, Nikita mengaku bisa mengantongi omzet hingga mencapai Rp80 juta.

Namun jika tidak mengikuti pameran, pendapatan terendah berada di kisaran Rp14 juta. Sebab, Pretty Preserves belum memiliki toko fisik atau offline. Ia mencontohkan, saat ada pameran di Kota Tua, misalnya, Pretty Preserves kebanjiran pesanan. Baru tiga hari saja, produknya telah laku terjual 150 buah. Tak hanya warga negara Indonesia, turis asing juga tertarik dan turut memborong.

Kini dengan mengandalkan media sosial dan market place, Pretty Preserves dapat menjual sekitar 70 hingga 80 buah dengan produk berbeda saban bulan. Selain itu, penjualan juga mengandalkan stockist di Kurasi Lokal yang berlokasi di Medan.  

Bisnis bunga kering ini juga memiliki stockist di home furniture and décor Vivere yang cukup terkenal di Indonesia. Tak hanya itu, Pretty Preserves juga punya stockist di daerah Cikini. Kesuksesan yang diperolehnya saat ini bukanlah hal instan. Pretty Preserves yang telah dirintis Nikita sejak akhir tahun 2017 telah melewati banyak suka duka layaknya usaha lain.

"Mereka enggak tahu behind the scene-nya susah banget, itu yang saya harus alami. Jadi, kadang-kadang agak susah, soalnya ini dibuat dengan tangan dan itu yang paling sulit menurut saya di bisnis ini," tuturnya.

Di sisi lain, rasa suka biasanya diperoleh dari ungkapan rasa puas konsumen. Karena ini pula, Pretty Preserves mengedepankan personal touch dengan pelanggannya. Nikita tak memproyeksikan ini sebagai bisnis besar. Yang lebih penting, adalah keberlanjutan.

"Kami sangat terharu. Rasanya enak banget jika pelanggan ada yang bilang bagus tentang karya yang kita buat," tutup Nikita.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar