c

Selamat

Jumat, 19 April 2024

EKONOMI

03 Agustus 2021

19:22 WIB

Pasca Diterbitkan POJK 57, Dana Himpunan SCF Naik 52,1%

Total penyelenggara yang mendapatkan izin dari OJK bertambah menjadi lima pihak.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

Pasca Diterbitkan POJK 57, Dana Himpunan SCF Naik 52,1%
Pasca Diterbitkan POJK 57, Dana Himpunan SCF Naik 52,1%
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen dalam kegiatan sosialisasi POJK 57 secara virtual, Selasa (3/8). Validnews/Fitriana Monica Sari

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan jumlah dana yang berhasil dihimpun lewat Securities Crowdfunding (SCF) hingga akhir Juni mencapai Rp290,82 miliar. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 52,1% (ytd) dari posisi akhir Desember 2020 Rp191,2 miliar.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen mengatakan, hingga 30 Juni 2021 kemarin, total penyelenggara yang mendapatkan izin dari OJK bertambah menjadi lima pihak.

"Sebagai bentuk dukungan OJK terhadap para pelaku UMKM khususnya dari sektor Pasar Modal adalah dengan penerbitan POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau yang sering dikenal dengan istilah Securities Crowdfunding," ujar Hoesen dalam kegiatan sosialisasi POJK 57 kepada pelaku UMKM di Wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat secara virtual, Selasa (3/8).

Di samping itu, lanjut dia, jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF juga mengalami pertumbuhan sebesar 24,8% (ytd) menjadi 161 penerbit.

Dari sisi pemodal juga mengalami pertumbuhan sebesar 54,53% (ytd), dari sebelumnya hanya berjumlah 22.341, menjadi sebanyak 34.525 investor.

"Untuk itu, kami sangat mengapresiasi rekan-rekan Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia atau ALUDI yang terus berkomitmen mendukung pengembangan industri ini. Dan, kami mengimbau agar semua pihak termasuk para sarjana ekonomi untuk turut berpartisipasi aktif dalam menumbuhkembangkan SCF ini demi kemajuan UMKM dan perekonomian Indonesia," kata Hoesen.

Menurutnya, UMKM memiliki peran dan kontribusi yang penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah.

Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada. Serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.

Namun demikian, pandemi covid-19 yang sudah berlangsung sejak awal tahun 2020, telah cukup memukul keberlangsungan usaha para pelaku UMKM di Indonesia.

Survei yang diterbitkan Asian Development Bank pada Juli 2020 lalu, menunjukkan pandemi covid-19 berdampak besar pada UMKM di Indonesia. Sebanyak 50% UMKM menutup usaha, sebanyak 88% usaha mikro tidak memiliki kas atau tabungan atau kehabisan pembiayaan keuangan, dan sekitar 60% usaha mikro mengurangi tenaga kerja.

Hal tersebut berlangsung hingga saat ini. Kebijakan pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak 3 Juli dan diperpanjang hingga 9 Agustus 2021, dinilai turut memukul keberlangsungan usaha para pelaku UMKM di Indonesia.

Karena itu, lanjutnya, dukungan kepada sektor UMKM menjadi prioritas pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional.

Awal Mula
Lebih rinci, Hoesen menjelaskan pada awalnya, kegiatan fintech crowdfunding diatur dalam POJK Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding/ECF.

Setelah pihaknya melakukan evaluasi, kegiatan ECF tersebut ternyata masih memiliki banyak keterbatasan. Diantaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan jenis efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham.

Ia menuturkan sebagai gambaran, sampai dengan akhir Desember 2020, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF dari empat penyelenggara, baru mencapai 129 penerbit (perusahaan) dengan jumlah dana yang dihimpun mencapai Rp191,2 miliar.

"Jika dibandingkan dengan total jumlah UMKM yang ada di Indonesia, yang menurut data Kemenkop UKM tahun 2018 telah mencapai 64 juta pelaku usaha, jumlah penerbit tersebut masih terbilang sangat sedikit," terangnya.

Berkaca dari evaluasi yang telah dilakukan, khususnya terkait dukungan OJK terhadap UMKM, OJK akhirnya memutuskan untuk mencabut POJK Nomor 37 tahun 2018 dan menggantinya dengan POJK Nomor 57 tahun 2020.

Perubahan ketentuan itu bertujuan untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat. Dari sebelumnya hanya berbadan hukum PT, namun sekarang juga meliputi badan usaha, seperti CV, Firma, dan Koperasi.

Selain itu, POJK 57 tersebut juga memperluas jenis efek, dari sebelumnya hanya berupa saham, namun kini diperluas dengan memasukkan efek berupa obligasi dan sukuk.

"Di samping memberikan kemudahan dari sisi penerbit atau UMKM, kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan luas bagi para investor ritel, khususnya yang berdomisili di daerah kedudukan UMKM yang menerbitkan SCF untuk turut berkontribusi untuk pengembangan ekonomi di daerahnya masing-masing," ujar Hoesen.

Dalam kesempatan tersebut, Hoesen menjelaskan istilah crowdfunding sendiri diartikan sebagai kegiatan patungan atau urunan dalam bentuk dana dengan tujuan membantu saudara, kerabat, atau sahabat yang sedang membutuhkan bantuan.

"Jadi, secara filosofis, kegiatan crowdfunding itu merupakan budaya asli orang Indonesia, yaitu budaya gotong royong yang bertujuan untuk membantu sesama," ucapnya.

Budaya inilah yang selanjutnya diserap dan kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk aktivitas bisnis di pasar modal melalui konsep penawaran efek dan mekanismenya tidak dilakukan dengan bertatap muka ataupun kontak fisik, melainkan melalui sebuah aplikasi/platform digital yang sering disebut dengan istilah financial technology securities crowdfunding


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar