c

Selamat

Jumat, 19 April 2024

NASIONAL

17 Juli 2017

10:23 WIB

Test Input with Froala

Test Input with Froala

Editor:

<p data-sider-select-id="71d42064-d3aa-4d64-b066-db7c79abe156"><em data-sider-select-id="964c42f8-fea0-4081-910f-30a1ed5e8e37"><strong><u>Test Input with Froala</u></strong></em></p>
<p data-sider-select-id="71d42064-d3aa-4d64-b066-db7c79abe156"><em data-sider-select-id="964c42f8-fea0-4081-910f-30a1ed5e8e37"><strong><u>Test Input with Froala</u></strong></em></p>

Test Input with Froala

JAKARTA – Bicara macet di Jakarta, tidak ada yang baru dengan hal itu. Mereka yang tinggal di Jakarta pastilah terbiasa dengan kemacetan yang menjenuhkan dan melelahkan. Penghuni kota ini mungkin lupa merdunya nyanyian burung dan sejuknya embun di pagi karena semua itu telah terganti bunyi klakson dan deru mesin yang berisik berpadu dengan asap knalpot hitam kendaraan.

Siapapun yang aktif di kota ini tak akan luput dari kemacetan. Sementara Jakarta sebagai kota metropolitan yang super sibuk seperti menghegemoni warganya, memaksa agar siapapun berpacu dengan waktu. Karena itu, mau tidak mau, para pengendara berupaya untuk melewati kemacetan dengan cara mereka sendiri, meski terkadang harus melanggar peraturan lalu lintas.

Beberapa pelanggaran umum yang paling sering dilakukan warga Jakarta untuk mempersingkat waktu antara lain, melawan arah, menerobos jalur busway, berhenti tidak pada tempatnya, atau sekedar menerobos lampu merah yang menyala.

Menerobos jalur busway adalah salah satu yang paling menggiurkan bagi pengendara. Bagaimana tidak, saat ruas jalan utama yang dilalui begitu macet dan laju kendaraan seolah tak bergerak, maka jaulur busway yang begitu kosong layaknya oaes di padang pasir yang begitu menggiurkan. Satu saja pengendara yang berani menerobos, maka akan diikuti oleh pengendara lainnya.

Sedangkan pengendara roda dua punya favorit lain selain menerobos jalur busway. Biasanya pengendara roda dua senang memanfaatkan kondisi kendaraan yang kecil ramping untuk melwati jalur tertentu dengan mudah. Misalkan saja melewati jalur penyeberangan orang (JPO), atau yang baru-baru ini viral di media sosial adalah pengendara roda dua yang memaksa melintas di trotoar.

Bisa dilihat dari video itu bagaimana si pengendara motor justru marah ketika ada yang mengingatkan bahwa trotar dikhususkan bagi pejalan kaki. Tapi itu pun bukanlah fenomena baru di Jakarta, karena sudah kerap kali pejalan kaki harus berkonflik dengan pengendara roda dua karena membela haknya menggunakan trotoar. Konflik tersebut terus terjadi, karena memang macet Jakarta tak pernah berhenti, ditambah rendahnya kesadaran tertib berlalu lintas.

Berdasarkan gambaran umum kondisi lalu lintas yang terjadi di Jakarta, tidak heran jika kota ini dinobatkan sebagai kota dengan lalu lintas terburuk dan termacet di dunia. Dilansir dari TIME.com dan thrillist.com, berdasarkan indeks Castrol Magnatec Stop-Start, Jakarta menjadi kota termacet di dunia dengan perkiraan berhenti-jalan (stop-start) sebanyak 33.240 kali per tahun.

Indeks ini megambil data dari para pengguna navigasi dari situs/aplikasi TomTom di berbagai negara di dunia yang menghitung jumlah berhenti dan jalan kendaraan per kilometer, dikalikan dengan rata-rata jarak yang ditempuh di 78 negara.

Kota dengan kemacetan terburuk kedua di dunia yaitu Istanbul, Turkey dengan total berhenti-jalan sebanyak 32.520, disusul Mexico City, Mexico pada posisi ketiga dengan 30.840 total berhenti-jalan per tahunnya.

Di posisi keempat, nama kota ini mungkin akan membuat Anda terkejut sekaligus kecewa karena kota ini juga berada di Indonesia. Adalah Surabaya, kota yang mendapatkan predikat kota termacet keempat di dunia versi indeks ini dengan total berhenti-jalan 29.880 kali

Predikat kota dengan lalu lintas terbaik jatuh kepada Tampere, Finland dengan total berhenti-jalan hanya 6.240 kali dalam setahun. Terbaik kedua ialah Rotterdam, Belanda, di mana sebagian besar penduduknya memiih untuk menggunakan sepeda, total kemacetannya adalah 6.360 stop-start per tahun. Di posisi ketiga ada dua kota dengan total stop-start yang kurang lebih sama yaitu 6.840 , ialah Bratislava, Slovakia dan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

Berdasarkan hasil survei di atas, telah terpilih dua kota dari negara kita, yaitu Jakarta dan Surabaya sebagai sepuluh besar kota termacet di dunia. Menyedihkan sekaligus mungkin memalukan. Sebagai info tambahan, nytimes.com juga mengungkapkan bahwa sebanyak 70% polusi udara yang terjadi di Jakarta disumbangkan oleh asap kendaraan bermotor-yang jumlahnya terus bertambah.

Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa sampai tahun 2016, jumlah kendaraan bermotor yang ada di Jakarta meliputi sepeda motor, mobil penumpang, bus, dan truk mencapai 20.065.709 unit. Jumlah yang paling banyak d Indonesia dibandingkan dengan provinsi lain. Provinsi dengan jumlah kendaraan bermotor terbanyak kedua sebanyak 15.583.517 unit adalah tidak lain dan tidak bukan, Jawa Timur.

Baca juga: Jakartaku Tua dan Rapuh

Transportasi Massal Belum Baik

Sebagai kota terbesar di Asia Tenggara, Jakarta bisa dibilang ketinggalan untuk urusan transportasi massal. Jakarta tengah membangun proyek besar untuk pengadaan Mass Rapid Transit (MRT) bernilai triliunan rupiah yang rencananya akan rampung pada tahun 2019 mendatang.

MRT ini diharapkan bisa memangkas waktu tempuh perjalanan bila dibandingkan menggunakan mobil. Ibu kota negara-negara tetangga sudah lebih dulu memilikinya, seperti Manila sejak 1984, Singapura sejak 1987, Kuala Lumpur sejak 1995,  dan Bangkok sejak 2004.

Proyek besar lain yang sedang dibangun adalah jalur kereta cepat yang mengarah ke bandar udara Soekarno-Hatta yang akan dibuka tahun 2018 mendatang. Jalurnya akan dimulai dari Stasiun Manggarai (Jakarta Selatan) melalui Stasiun Sudirman (Jakarta Pusat) dan Stasiun Batuceper sebelum akhirnya tiba di bandara. Ini merupakan langkah persiapan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018 , yang perhelatannya dilakukan di Jakarta dan Palembang.

Selanjutnya ada perencanaan pengadaan kereta cepat (kereta peluru) Jakarta-Bandung yang sampai saat ini, pembangunan infrastrukturnya belum dilakukan. Salah satu kendala terbesar dalam proyek ini adalah pembebasan lahan yang memakan waktu lama dan biaya yang sangat besar.

Sampai saat ini hanya dua transportasi massal yang membantu masyarakat Jakarta untuk sampai di tempat tujuan lebih cepat ketimbang menggunakan mobil dan bahkan di beberapa kesempatan lebih cepat dari sepeda motor, yaitu Commuter Line dan Bus Rapid Transit (BRT) atau yang lebih dikenal dengan sebutan busway.

Commuter Line atau Kereta Rel Listrik (KRL) membuat waktu tempuh antara Bogor dan Jakarta sekitar 55 menit, dua kali lebih cepat dari mobil. Tidak ada lagi penumpang yang duduk di atap kereta dan bergantungan di pintu, namun bila melihat ke dalam gerbongnya,  buruk, terlalu padat dan berdesak-desakan.

Busway dapat mengangkut sekitar 350.000 orang per hari, unitnya ber-AC, dengan gerbong khusus terpisah untuk wanita. Ada 10 unit bus berwarna pink khusus untuk wanita yang baru beroperasi. busway ini memang sangat membantu, namun masih terbatas pada cakupan yang hanya sekitar kota Jakarta saja. Sementara KRL, mayoritas penggunanya berasal dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Namun penumpang busway dan lamanya menunggu di shelter pun menjadi keluhan yang cukup sering dilontarkan penggunannya. Termasuk kondisi jalur busway yang kerap diterobos pengguna kendaraan pribadi pun dikeluhkan lantaran hal tersebut membuat busway tak luput dari kemacetan Jakarta.

Mencari Solusi

Terasa menyedihkan memang ketika kemacetan Jakarta bahkan sudah terlihat oleh mata internasional. Di beberapa media massa internasional lainnya, seperti CNN.com pada Februari 2017 kemarin sempat meliput soal lalu lintas terparah di dunia.

Meski bukan jadi yang termacet versi CNN, Jakarta tetap berada dalam daftar kota termacet di dunia, tepatnya di posisi keempat. Versi CNN menyatakan bahwa Bangkok (Thailand) lah yang memiliki lalulintas terparah di dunia disusul Mexico City (Mexico), Bucharest (Romania), Jakarta (Indonesia); dan Moscow (Russia).

Jakarta memang tengah gencar melawan kemacetan dengan membangun infrastruktur-infrastruktur. Selain MRT, kereta peluru, dan  jalur kereta bandara, pemerintah tengah mempersiapkan rencana pembangunan enam tol baru dalam kota.

Namun pembangunan ruas tol ataupun ruas jalan baru dianggap bukan solusi untuk mengatasi macet Jakarta. Hal itu diutarakan Pengamat Transportasi yang juga mantan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan kepada Validnews, Senin (17/7/2017) pagi.

Menurutnya solusi yang paling tepat adalah memperbaiki sistem layanan angkutan umum masal dan membatasi penggunaan kendaraan pribadi.

“Sejak tahun 2010, saat saya masih di DTKJ, saya sudah sampaikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta supaya ada perbaikan sistem layanan angkutan umum masal dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi,” ucap Azas.

Ia menjelaskan, perbaikan sistem layanan angkutan umum bisa dilakukan dengan mengintegrasikan Transjakarta dengan angkutan umum yang ada di Jakarta. Saat ini menurutnya hanya diintegrasikan dengan Kopaja. Sementara bmasih banyak angkutan umum lain dengan rute yang berbeda-beda belum diintegrasikan.

“harusnya juga diintegrasikan dengan lommuter line. Sampai saat ini belu terintegrasi itu semua. Sistem tiketing, rute, dan waktu perjalanan, itu semua belum diintegrasikan. Waktunya juga harusnya diperbaiki supaya lebih tepat waktu,” terang Azas.

Bahkan jika perlu menurutnya warga Jakarta mestinya digratiskan untuk menggunakan angkutan umum masal. Jika sudah terintegrasikan, dan digratiskan, maka itu bisa menjadi solusi. Bahkan hal ini menurutnya lebih baik ketimbang membuat program DP rumah nol persen.

Sedangkan pembatasan kendaraan pribadi dapat dilakukan dengan penerapan Electronic Road Pricing (ERP). Menurutnya penerapan plat ganjil genap yang diberlakukan saat ini awalnya bukan dibuat sebagai kebijakan tetap untuk mengatasi macet di Jakarta, melainkan sebagai persiapan sebelum ERP diterapkan. Sayangnya menurut dia sampai saat ini ERP itu sendiri belum juga diterapkan.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah dengan menaikkan tarif parkir di Jakarta. Termasuk mengurangi ruang parkir di Jakarta. Termasuk pentingnya menegakkan aturan larangan parkir di badan jalan.

“Sedangkan Jakarta lebih sibuk membuat ruas jalan baru. Itu bukan solusi, malahan bikin orang Jakarta ingin punya kendaraan pribadi lagi. Ditambah saat proses pembuatan jalan baru itu juga kemacetan bertambah parah,” tegas Azas.

Selain berbagai kebijakan yang perlu dipikirkan oleh pemerintah, pola pikir warga Jakarta pun harus dirubah agar menggunakan transportasi umum. Masih ada pola sebagian masyarakat yang merasa bangga bila mereka mengendarai kendaraan pribadi, khususnya mobil.

Selain itu, kondisi sarana transportasi umum yang masih belum maksimal pun seperti memaksa masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi.

Coba saja Anda buka mesin pencari Google dan gunakan kata kunci “Jakarta Rush Hour” dan “Tokyo Rush Hour,” lalu Anda lihat di bagian “gambar”. Bandingkan hasil pencarian gambar yang keluar dari kedua kata kunci tersebut. Untuk Jakarta, Anda akan melihat sebagian besar gambar yang muncul adalah gambar-gambar yang menunjukkan kemacetan lalu lintas di mana didominasi oleh kendaraan bermotor.

Sementara untuk Tokyo, Anda akan melihat banyak gambar yang menunjukkan banyaknya pejalan kaki yang menggunakan transportasi umum. Anda juga bisa mengganti Tokyo dengan nama kota-kota di negara-negara maju lainnya.

Dapatkah Jakarta menjadi seperti kota-kota di negara maju tersebut dan memperbaiki predikat buruknya dalam lalu lintas? Perbandingan antara Jakarta dan Tokyo memang terlihat terlalu dipaksakan, namun bukan berarti kita tidak boleh bermimpi agar kondisi lalu lintas Jakarta membaik dan terus membaik sampai akhirnya sebaik di negara-negara maju.

Setidaknya untuk beberapa tahun ke depan, kita bisa melihat bagaimana dampak dari beberapa infrastruktur dan sarana transportasi umum yang tengah dibangun sekarang dalam mengurangi kemacetan Jakarta. (Maynard Kevin/Jenda Munthe)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar