c

Selamat

Jumat, 29 Maret 2024

NASIONAL

20 Agustus 2021

20:49 WIB

Kala Kesejahteraan Hewan Di Kandang Dipertaruhkan

Pandemi berkepanjangan membuat balai konservasi seperti TSI harus kelimpungan mencari pemasukan, demi sekadar memberi makan satwa peliharaannya

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Leo Wisnu Susapto

Kala Kesejahteraan Hewan Di Kandang Dipertaruhkan
Kala Kesejahteraan Hewan Di Kandang Dipertaruhkan
Gerombolan badak di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, Senin (16/8). Validnews.id/Gisesya Rangg awari/dok

BOGOR – Sepinya pengunjung karena pandemi adalah keniscayaan yang harus diterima hampir semua lokasi wisata. Pengelola harus putar otak demi bertahan hidup.

Tak terkecuali, Taman Safari Indonesia (TSI) di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Lokasi wisata konservasi fauna ini tetap harus memberi makan dan merawat 2.900 satwa peliharaannya, di tengah seretnya pemasukan dari tiket pengunjung.

Tak ada strategi ideal di tengah kondisi yang serba labil seperti saat ini. Meski begitu, berbagai siasat tetap harus dijalankan. Lebih baik gagal menjalankan siasat, ketimbang satwa benar-benar tak terawat. Toh, dengan mencoba, ada kesempatan untuk berhasil, ketimbang hanya diam berpangku tangan, lalu mati perlahan.

Pengelola TSI tahu persis hal tersebut. Pengeluaran operasional sudah dihemat hingga 60%. Tenaga kerja terpaksa dikurangi. Menurunkan biaya pakan satwa pun tak bisa dihindari.

Untuk kebutuhan pakan. Masyarakat sekitar bahkan harus ikut dilibatkan untuk berdonasi. Mereka menyumbangkan pakan seperti jerami, jagung, pakcoy, buah-buahan dan umbi-umbian dari perkebunan atau lahan pertanian milik warga.

Mungkin mereka sadar, keberadaan TSI cukup vital buat perekonomian mereka. Tak ada TSI, berarti tak ada penghasilan lebih dari wisatawan yang biasa membeli aneka pakan untuk satwa atau sekadar untuk oleh-oleh.

Masalahnya, pandemi berkepanjangan membuat TSI benar-benar lesu darah. Tombol survival mode mungkin sudah sekian bulan ditekan. Namun, ketiadaan pengunjung betul-betul bikin kocek TSI kering.

Asal tahu saja, praktis lebih dari satu tahun belakangan, TSI harus buka-tutup mengikuti aturan pemerintah. Baik wisata journey ke para satwa, maupun show dan karnaval, semuanya harus ditutup ketika aturan pemerintah mengharuskan hal tersebut. 

Mungkin, hanya hotel yang dikelola TSI yang masih buka dengan segala restriksinya. Itupun hanya membantu pemasukan sekitar 10–20%.

Hitung punya hitung, tanpa ketiadaan pengunjung, bikin pemasukan TSI anjlok hingga 80–90%. Sementara, manajemen menghitung, harus ada Rp2 miliar sampai Rp4,5 miliar pengeluaran untuk memberi makan satwa saja saban bulannya.

Selain satwa, sumber daya manusia (SDM) terpaksa juga harus mengalah pada situasi tak menentu ini. Dari 1.060 pegawai yang bekerja di Taman Safari Cisarua, 400 di antaranya sudah dirumahkan sejak tahun lalu mengikuti perkembangan situasi yang ada.

Mereka yang dirumahkan adalah karyawan bagian kebersihan, tiket, pertamanan, dan restoran. Sementara sebanyak 600-an pegawai lainnya, seperti keeper (pengasuh satwa) dan pengurus pakan serta kesehatan satwa, harus tetap bekerja, secara bergantian.

Celakanya, cekaknya dompet TSI mau tak mau berdampak bagi karnivora di tempat itu. Balai konservasi seluas 168 ha yang terletak di lereng Gunung Gede Pangrango ini tak sanggup lagi membeli daging merah buat hewan karnivora. Ruang penyimpanan daging kini kosong melompong.

Harimau dan satwa pemakan daging lain terpaksa mengunyah daging ayam yang harganya tentu lebih murah dibanding daging sapi atau kambing. Manajemen membeli daging ayam dari peternakan warga dengan harga pasar.

“Sekalian bantu peternak sekitar,” cetus Area General Manager TSI Emeraldo Parengkuan yang menemani Validnews berkeliling TSI, Senin (16/8).

Dia menambahkan, karena kualitas asupan pakan bagi satwa berkurang, bobot hewan pun turun rata-rata lima kilogram.

"Karena prioritas utama kami kesehatan dan perawatan satwa. Jadi semua diupayakan untuk satwa," lanjut Emeraldo.

Kondisi makin berat tatkala sejumlah program memang sudah tak bisa ditunda. Maklum, TSI ini bergelut dengan mahluk bernyawa yang punya berbagai limitasi. Misalnya saja, sebagai balai konservasi, TSI memiliki tanggung jawab terhadap program pelestarian untuk satwa yang tidak bisa ditunda.

Program pelepasliaran beberapa satwa Owa Jawa, Elang Jawa dan Komodo contohnya, tetap harus terus berjalan, apapun kondisi yang terjadi. Nah, semua itu butuh dana yang tak sekadar dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pakan.

"Sulit sekali ya untuk kami ini sebagai balai konservasi. Karena kami ada tanggung jawab pelestarian dan pelepasliaran satwa. Berat untuk kami kalau situasi begini terus," keluh Aldo, begitu Emeraldo biasa disapa.

Alih-alih bisa dengan gampang mengurangi biaya, mencapai titik keseimbangan tertentu pun sulit didapat. Betapa tidak, dalam satu tahun belakangan ini saja, ada 156 satwa baru lahir di TSI. Kebutuhan pakan bayi-bayi satwa ini pun tak bisa ditawar.

Termasuk untuk Pulisa, seekor anak gajah yang lahir pada Desember 2020 di tempat itu. Nama Pulisa diberikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno saat berkunjung akhir Mei 2021. Pulisa adalah akronim dari ‘Pulihkan Indonesia’.

Sejalan dengan tubuh Pulsia yang makin besar kian harinya, ongkos makin besar pun harus dikeluarkan. Ironisnya, kata Emeraldo, bantuan dari pemerintah pusat dan daerah juga nyaris tidak didapat.

Beruntung, meski harus morat-marit dan mengecangkan ikat pinggang, TSI masih bisa bertahan. Berbeda nasib dengan apa yang dilontarkan Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI). Ada 15 kebun binatang di Jawa, Bali dan Sulawesi yang terancam tutup permanen, akibat sepinya pemasukan selama pandemi.

Jaga Stres Satwa
Satu tahun lebih buka-tutup, sebagian satwa juga memiliki tingkat stres yang tinggi. Ada kemungkinan naluri alamiah mereka kembali. Aldo bilang, manajemen memahami itu dan berupaya agar keadaan itu tak sampai dialami satwa.

Beberapa penyesuaian diterapkan manajemen. Seperti, membiasakan pegawai berkeliling. Tujuannya, sebagai salah satu cara agar satwa tidak kaget saat TSI dibuka kembali untuk umum nanti.

Aldo sampaikan, TSI juga sudah bersurat kepada Pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengajukan izin pembukaan terbatas wilayah journey. Meskipun wahana karnaval dan show tetap dipastikan tutup.

Tumpukan rumput dan jerami untuk satwa di gudang pakan Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, Senin (16/8). Validnews.id/Gisesya Ranggawari/dok 

 "Jadi kami minta journey saja yang dibuka, pengunjung tidak turun dari mobil jadi tidak berkerumun. Kalau boleh, lumayan membantu pemasukan dana," ucap Aldo.

Rencana TSI Cisarua itu didukung Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) Tony Sumampau. Anak dari salah satu pendiri TSI ini mengatakan, organisasi itu juga telah bersurat ke pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk meminta bantuan.

Memohon uluran tangan berupa bantuan suntikan dana, maupun sekadar izin pembukaan terbatas sesuai dengan protokol kesehatan (prokes) yang ketat, terpaksa dilakukan PKBSI. Harapannya, beberapa balai konservasi dan kebun binatang bisa bernafas lebih panjang.

Tutup Permanen
Tony menguraikan, efek dari pandemi dan dinamika aturan penutupan kebun binatang di Tanah Air umumnya menimpa kebun binatang dan lokasi konservasi (LK) di Pulau Jawa, Bali dan Sulawesi Selatan (Sulsel). Ia memprediksi setidaknya akan ada 15 kebun binatang dan LK dari 57 anggota PKBSI yang tutup permanen, jika kondisi pandemi covid-19 akan berlangsung hingga akhir tahun 2021.

"Kalau kondisi seperti ini berlanjut sampai akhir tahun, akan ada 11 LK di Bali dan Sulsel yang tutup permanen. Secara keseluruhan ada 15 LK dari 57 anggota PKBSI yang terancam tutup permanen," ujar Tony kepada Validnews, Senin (16/8).

Ia menerangkan, kondisi ini terjadi lantaran sejak bukan Maret 2020 mayoritas kebun binatang dan LK tidak diizinkan beroperasi untuk menghentikan penyebaran covid-19. Sayangnya, perintah tutup ini tidak disertai dengan bantuan untuk kebun binatang dan LK yang terdampak.

Padahal, bantuan berupa pakan dan daging, sangat dibutuhkan demi keberlangsungan hidup satwa yang ada di LK dan kebun binatang. Selain itu, juga untuk membantu upah para pegawai dan perawat satwa yang tetap bekerja selama pandemi covid-19.

"Kalau pabrik bisa tutup dan semua karyawan dirumahkan, tapi kalau LK tidak bisa. Karena satwa tetap harus dirawat dan disediakan pakan. Jadi pekerjanya tidak bisa dirumahkan," imbuh dia.

Tony mengungkapkan, selama ini PKBSI juga telah membuka donasi melalui ‘Save The Our Zoo’ untuk membantu makanan pokok satwa bagi seluruh LK dan kebun binatang anggota PKBSI. Selain itu, ide-ide inovasi juga diberikan agar para kebun binatang mengadakan wisata virtual.

Namun, kegiatan ini masih belum cukup untuk menambal berkurangnya pemasukan bagi LK dan kebun binatang untuk memberikan pakan para satwa.

"PKBSI terus membantu makanan pokok ke anggota dan open donasi, tapi tetap memang berat kalau tidak ada bantuan dari pemerintah," cetus Tony.

Tak heran, Tony menyebut pandemi covid-19 berdampak secara tidak langsung kepada kondisi kesehatan dan gizi satwa di LK dan kebun binatang. Pasalnya, sejak awal pandemi biaya perawatan harus ditekan seminimal mungkin.

Meski demikian, sejauh ini belum ada satwa yang dikabarkan mati karena kelaparan. Namun, jika pandemi covid-19 terus berlangsung dan tidak mendapat bantuan dari pemerintah, lanjutnya, bukan tidak mungkin akan ada satwa yang mati.

"Di beberapa LK memang biaya perawatan sudah mulai diturunkan untuk survive saja, jadi memprihatinkan. Satwa-satwa ini tinggal tunggu waktu saja (mati) jika belum juga mendapat bantuan," tutur Tony.

Peneliti bidang zoologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Taufiq Purna Nugraha menilai, penurunan kualitas pakan bagi satwa memang mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan kondisi gizi. Namun, tidak terlalu signifikan.

Taufiq juga yakin, setiap balai konservasi dan kebun binatang sudah memperhitungkan rasio kebutuhan gizi dan nutrisi para satwa yang diturunkan. Jadi, tidak akan seenaknya melakukan pergantian pakan, ada perhitungan detailnya oleh dokter hewan di setiap lembaga.

"Kalau dibilang berpengaruh, jelas ada pengaruhnya. Tapi tidak signifikan ya, dan ada adaptasi. Ini upaya terbaik dalam kondisi yang terburuk," kata Taufiq saat dihubungi Validnews, Rabu (18/8).

Namun, ia tak menampik, sepinya pengunjung selama satu tahun lebih juga bisa berdampak terhadap kebiasaan satwa. Ada dua kemungkinan yang ia temukan dari beberapa jurnal internasional. Satu, tren reproduksi meningkat, dua satwa juga merindukan kehadiran manusia.

Di beberapa kebun binatang, misalnya di Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika Serikat, sepasang Kungkang tidak bisa terpisah sejauh enam meter satu sama lain. Panda di beberapa kebun binatang juga terlihat lebih sering kawin.

National Zoo Park di Washington Amerika Serikat juga melaporkan, beberapa satwa hamil tepat pada saat lockdown. Sementara di Houston Zoo, satu Bongo jantan hanya butuh waktu tiga pekan untuk menghamili tiga betina.

"Ada juga yang sifatnya merindukan manusia. Jadi pada saat percobaan pengunjung datang, para satwa antusias menyambut. Itu gambaran tren dari kebun binatang di luar negeri ya. Kalau di kebun binatang lokal belum ada kajiannya," tandas Taufiq.

Peningkatan reproduksi dan potensi kerawanan stres bagi para satwa ini tentunya menjadi tantangan sendiri bagi setiap pengelola balai konservasi dan kebun binatang. Karena, pada saat perlu tambahan biaya untuk satwa, kebun binatang terpaksa tutup tanpa bantuan dana dari pemerintah.

Pengasuh Gajah Taman Safari Indonesia memberikan pakan hasil dari donasi warga sekitar, Senin (16/8) . Validnews.id/Gisesya Ranggawari/dok 

 Padahal, setiap tahunnya balai konservasi seperti Taman Safari Cisarua memberikan kontribusi sekitar Rp44 miliar untuk kocek Pemerintah Kabupaten Bogor. Termasuk menambah kas negara melalui KPP dalam bentuk pajak penghasilan.

Jadi, jika manusia yang punya akal masih perlu mendapatkan bantuan sosial untuk mengurangi dampak pandemi, hewan yang tak bisa mencari makan sendiri karena harus ada di kandang atau penangkaran, mungkin punya hak lebih untuk juga mendapatkannya.

Ingat, meski harus selalu di rumah, manusia masih bisa berjualan online, atau pinjam ke saudara dan tetangga untuk memenuhi kebutuhan makannya. Sementara hewan jika sampai sangat kelaparan, tentu tak akan berfikir dua kali untuk menyerang saudara atau tetangganya. (Gisesya Ranggawari)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar